UZBEKISTAN (iHalal.id) — Sebagai negara bekas pecahan Uni Soviet (kini Rusia—red.), Uzbekistan yang memiliki sejarah Islam kuat, merasa perlu membuka dialog agama dengan AS (Amerika Serikat). Apalagi perkembangan Islam di negeri Paman Sam itu berkembang pesat, menjadi agama kedua terbesar setelah Kristen.
Untuk itu, Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev menginisiasi dialog antar agama melalui Seminar bertemakan “Uzbek-American Scientific-Paractical Seminar on Religion of Law” 4-9 November 2019 di Ibu Kota Tashkent. Seminar yang dihadiri tokoh-tokoh lintas agama Uzbekistan-AS itu diharapkan dapat menjembatani syakwa-sangka umat dalam melaksanakan ibadah maupun kehidupan sehari-hari itu. Disamping itu, seminar tadi diharapkan juga dapat mempererat tali silaturahmi masyarakat Uzbekistan dan AS, sehingga akan mampu meberi pesan positif terhadap pemerintah Donald Trump yang sangat sekuler.
Salah seorang delegasi AS yang juga Imam di Seattle, Muhamad Awod Joban, MA menyambut posisif seminar antar agama ini, ditengah Islamphobia yang didengungkan Presiden Trump.
“ini hanya antara AS dan Uzbekistan yang diseponsiri langsung oleh president Uzbek Shaukat, Topiknya tentang Religious Freedom”, jelas ulama asal kota Purwakarta Indonesia itu, kepada iHalal.id melalui surat elektronik kemarin (7/11).
Seperti diketahui, Uzbekistan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Islam dunia. Negara asal Imam Besar perawi hadits Bukhori itu, kini giat mengembangkan syiar Islam dan pariwisata halal. Presiden Shavkat yakin, dengan mengembangkan industri pariwisata, akan membangkitkan ekonomi umat di Uzbekistan.
Bagi Indonesia sendiri, Uzbekistan memiliki keuntungan tersendiri. Negara yang terletak sebagian di Asia Tengah dan Eropa Timur itu, memberikan kunjungan wisata tanpa visa. (Gaf)