Oleh : Idat Mustari*
Lakum diinukum wa liya diin (bagimu agamamu, bagiku agamaku) adalah ayat ke enam surat Al-Kafirun. Ayat ini tidak akan pernah ada jika di muka bumi ini, semua manusia agamanya hanya satu yakni Islam. Ayat ini pun mengingatkan pada seorang muslim akan keniscayaan bahwa selain dirinya sebagai muslim, bahwa ada orang lain yang beragama selain Islam.
Kita orang Islam yang hidup di negeri Indonesia, perlu bersyukur karena ada orang-orang yang beragama selain Islam yakni ada Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Dengan adanya agama lain selain Islam maka ayat ke enam dari Surat Al-kafirun ini bisa kita amalkan. Mengamalkan satu ayat saja dari Al-Quran maka balasannya pahala dari Allah SWT.
Ayat ini seharusnya menjadi benteng pertahanan aqidah seorang muslim. Seorang muslim tak akan terpengaruh oleh siapapun yang agamanya bukan Islam,namun menghormati siapapun yang agamanya bukan Islam. Seorang muslim harus meyakini bahwa Islam adalah ajaran yang paling benar, namun juga menghargai orang lain yang meyakini agamanya yang paling benar. Tak boleh seorang muslim karena merasa paling benar kemudian menghina atau berbuat zalim pada orang yang lain yang keyakinan agamanya berbeda.
Seharusnya pula ayat ini jadi penegas seorang muslim untuk tidak akan ikut serta dalam upacara keagamaan orang lain. Namun menghargai mereka yang sedang—akan melakukan upacara keagamaannya. Seorang muslim akan menghargai orang Kristen yang sedang melaksanakan ibadah Paskah, orang katholik yang melaksanakan Jumat Agung, orang hindu yuang sedang Ngaben, orang Budha yang sedang merayakan Waisak, dan atau orang konghuchu yang sedang merayakan Cap Go Meh.
Saya agak sedikit bingung, pada orang yang beragama Islam kemudian bertindak mengusir—membubarkan orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Bagi saya, cara-cara pengusiran—pembubaran bukan cara menunjukkan kesalehan melainkan kesalahan. Kesalahan memahami ajaran Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin.
Sejarah mencatat bahwa suatu ketika Rasulullah saw pernah didatangi oleh utusan Kristen dari Najran berjumlah enam puluh orang ke Madinah untuk menemui Nabi saw. Nabi saw menyambut mereka di Masjid Nabawi.
Menariknya, ketika waktu kebaktian tiba, mereka meminta masjid Nabawi untuk dipergunakan kebaktian. Para sahabat berusaha untuk melarang mereka. Namun Nabi memerintahkan: “ da’ûhum.”‘biarkanlah mereka’.
Melalui perintah ini, sahabat memahami bahwa Nabi saw mempersilahkan mereka untuk menggunakan Masjid Nabawi sebagai tempat kebaktian sementara. Mereka pun melakukan kebaktian dengan menghadap ke timur sebagai arah kiblat mereka. Inilah bentuk teloransi Nabi saw, wujud dari ayat Lakum diinukum wa liya diin (bagimu agamamu, bagiku agamaku).
Saya secara pribadi, biasa-biasa saja andaikan disebelah rumah saya ada orang non muslim yang sedang beribadah, tak akan merubah sedikitpun keyakinan saya sebagai seorang muslim untuk meyakini bahwa hanya Islam adalah agama disisi Allah. Namun saya pun akan menghargai siapapun yang agamanya bukan Islam.
*Pemerhati Sosial dan Kebangsaan, Advokat