(ihalal.id),- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Dirut PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Sofyan Basir, menyusul Operasi Tangkap Tangan (OTT) Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Serikat Pekerja (SP) PLN tidak mempermasalahkan, bahkan mendukung langkah KPK demi perbaikan PLN.
“Oleh sebab itu kita sangat mendukung KPK dan minta juga menelusuri ini semua untuk perbaikan PLN. Jadi bukan saja dalam kasus pengadaan PLTU Riau 1 itu saja,” kata Ketua Umum SP PLN Ir. Jumadis Abda MM, MEng, dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (16/7/2018).
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya mengungkapkan, pihaknya menyita sejumlah dokumen yang diduga terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hingga kamera CCTV.
“Saya dapat juga dari tim yang telah selesai penggeledahan di rumah Dirut PLN ada beberapa dokumen juga yang diduga terkait PLTU kemudian barang bukti elektronik termasuk CCTV,” ujar Febri di gedung KPK, Jakarta, Minggu (15/7/2018) malam.
KPK, kata Febri, akan mempelajari lebih lanjut hasil penggeledahan di rumah Sofyan Basir dan sejumlah tempat lainnya. KPK juga akan mengklarifikasi bukti-bukti yang telah ditemukan melalui pemanggilan saksi-saksi.
Menurut Jumadis Abda, SP PLN yang terdiri dari 49 DPD dengan 33.000 anggota dari Sabang sampai Merauke mendukung KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut termasuk penggeledahan yang dilakukan KPK di rumah Dirut PLN.
“Menurut pendapat kami korelasi keterlibatan Sofyan Basir dalam kasus tersebut nampak jelas. Melalui Wakil Ketua Komisi VII yang tertangkap tangan, diduga Dirut PLN memuluskan swasta dalam proyek PLN. Menurut pendapat kami ini hanyalah puncak gunung es. Mudah-mudahan melalui KPK, PLN dapat diselamatkan,” kata Jumadis Abda.
Menurut dia, SP PLN sudah banyak melihat ketidakwajaran yang terjadi di PLN. Mulai dari yang besar program 35.000 MW yang sangat berlebih diserahkan ke swasta dengan take or pay. Untuk ini kita malah sudah mendatangi KPK. Kita menghitung akan ada kerugian PLN Rp 140 triliun per tahun setelah selesai pembangunannya.
“Yang lain kasus MVPP yang lebih mahal dari sewa genset existing yang ada di daerah itu. Untuk Belawan saja kami hitung PLN rugi setidaknya Rp. 700 M/ tahun. Belum lagi di empat tempat lainnya. Berikutnya MPP 500 MW yang harusnya menggunakan gas murah malah menggunakan minyak yang mahal,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Jumadis, tantiem Direksi naik tajam menjadi sekitar Rp 250 miliar. “Mobil dinas Direksi yang masing-masing dapat tiga kendaraan; Mercy, Alphard dan CRV. Ini jelas membuat PLN makin boros dan makin terpuruk,” tuturnya.
Kembali ke Pasca Bayar
SP PLN juga menyebutkan, di tengah kerugian PLN di tiga bulan pertama 2018 yang mencapai Rp 6,49 triliun, Direksi PLN malah jor-joran pengadaan pakaian dinas pegawai dipakai setiap hari, yang biasanya hanya untuk dua hari dalam satu minggu, yang pengadaan secara terpusat. “Ini ada apa?” tanya Jumadis heran.
Bahkan, termasuk kasus viral percakapan Dirut dengan Menteri BUMN, Jumadis juga minta untuk dituntaskan. “Yang diduga ada bagi-bagi proyek atau diduga fee, dengan PLN dan Pertamina jadi bancakannya. Juga kasus terbaru pengadaan meter prabayar yang sangat merugikan PLN. Saat ini diinstruksikan kembali ke meter pasca bayar,” katanya.
“Mengingat kondisi saat ini, SP PLN minta kepada Presiden supaya bisa segera mengganti Dirut untuk menjaga kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Kami berharap Presiden dapat mengangkat Dirut yang punya integritas, profesional mengelola PLN serta punya kompetensi di bidang kelistrikan”, tuntasnya.