JAKARTA (iHalal.id) — Pengurus DPP KPI (Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Pelaut Indonesia) segera mengurus 17 sertifikat tanah di Muara Gembong, Bekasi, setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Muh. Harun Let Let, mantan pejabat Kementerian Perhubungan, dengan hukuman 2 tahun penjara. Dengan demikian KPI akan mendapatkan kembali sertifikat tanah yang telah dibaliknamakan kepada orang lain yang tidak berhak memiliki tanah tersebut.
Presiden KPI Prof. Dr. Mathias Tambing menjelaskan, vonis terhadap Harun Let Let tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Desbenneri Sinaga,SH,MA dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Mei 2019. Harun dihukum 2 tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah menggelapkan 17 sertifikat tanah milik KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia) di Muara Gembong, Kab. Bekasi, Jawa Barat.
Dalam putusan itu, hakim juga memerintahkan DPP KPI untuk segera mengurus 17 sertifikat tanah yang telah dibaliknamakan kepada orang lain agar dapat dimiliki kembali. Dalam sidang itu hakim ketua didampingi dua hakim anggota, yakni Endah Detty Pertiwi SH,MH dam Robert SH,MH.
“Kami akan segera mengurus semua sertifikat agar KPI dapat menguasai kembali seluruh tanah yang digelapkan terdakwa di Muara Gembong, karena tanah itu dibeli dari uang KPI yang diperoleh melalui iuran anggota,” kata Prof. Mathias Tambing di Jakarta, Selasa (25/6).
Vonis tersebut dijatuhkan setelah majelis hakim mendengar keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maidarlis, SH maupun kuasa hukum terdakwa.
Dalam sidang sebelumnya, JPU mendakwa Harun Let Let melakukan tindak pidana penggelapan 17 sertifikat tanah milik KPI di Desa Pantai Harapan Jaya, Kecamatan Muara Gembong, Kab. Bekasi. Kasus ini terjadi antara tahun 2014-2016 setelah Harun ditumbangkan dari kepengurusan KPI melalui Munas Luar Biasa (Munaslub) KPI di Jakarta pada April 2001.
Menurut Mathias, pada kepengurusan KPI periode 1997-2002 Harun sebagai Bendahara, sedang Ketua Umumnya adalah Iskandar B. Ilahude. Pada periode itu, KPI membeli tanah seluas 50 Ha di Kampung Poncol, Desa Pantai Harapan Jaya, Kec. Muara Gembong, Bekasi, untuk pendidikan dan pelatihan (diklat) pelaut anggota KPI.
Namun kepengurusan Iskandar- Harun itu digugat oleh para pelaut anggota KPI yang berbuntut Munaslub KPI di Jakarta pada 7-9 April 2001. Munaslub didukung pemerintah, DPP KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) dan ITF (International Transport Worker’s Federation), organisasi internasional afiliasi KPI yang bermarkas di Inggris.
Gugatan tersebut karena KPI di bawah kepemimpinan Iskandar tidak membela kepentingan pelaut tapi mengedepankan kepentingan pribadi. Selain itu, Iskandar dan Harun bukan profesi pelaut tapi berstatus PNS di Ditjen Perhubungan Laut, sehingga bertentangan dengan ketentuan nasional (UU No.21/2001 tentang Serikat Pekerja) dan Konvensi ILO No.87/1948 dan No. 93/1998 yang telah diratifikasi pemerintah RI.
Karena itu, KPI yang tergabung dalam KSPSI membubarkan kepengurusan Iskandar dkk. Dalam Munaslub KPI itu, Hanafi Rustandi terpilih menjadi Ketua Umum dan Mathias Tambing sebagai Sekjen. Munaslub juga memerintahkan pengurus baru untuk mengurus tanah yang dibeli oleh Iskandar-Harun dan tetap menjadi hak milik KPI.
Setelah dilengserkan, Iskandar dan Harun tidak menyerahkan sertifikat tanah yang dibelinya itu kepada pengurus KPI yang baru. Setelah Iskandar meninggal tahun 2010, Harun minta Sifanda (isteri alm.) menyerahkan 17 sertifikat tanah kepada Faisal Harun (anak Harun). Penyerahan dilakukan di rumah Sifanda, kawasan Sumur Batu, Jakarta Pusat.
“Ke-17 sertifikat tanah itu ternyata telah direkayasa dan hak miliknya diubah menjadi atas nama oknum pengurus (Iskandar-Harun) dan keluarganya. Di sinilah terjadi penggelapan tanah milik KPI, sehingga kami laporkan ke Polda Metro Jaya yang akhirnya Harun disidangkan di PN Jakarta Pusat,” kata Prof. Mathias Tambing.
Dua tersangka lagi
Ditambahkan, setelah Harun PN Jakarta Pusat juga akan mengadili beberapa orang lainnya yang diduga terlibat dalam kasus penggelapan tanah di Muara Gembong. Yos Milano (Wakil Bendahara KPI semasa kepemimpinan Iskandar B. Ilahude) telah dijadikan tersangka oleh Polda Metro Jaya karena dituduh ikut terlibat dalam penggelapan tanah tersebut.
Polisi sedang melengkapi berkas pemeriksaan Yos Milano untuk diserahkan kepada Kejaksaan yang kemudian akan disidangkan di pengadilan. Sedang Faisal Harun (anak Harun Let Let) yang juga diperiksa Polda Metro Jaya tidak menutup kemungkinan pula akan menjadi tersangka dalam kasus yang sama.
Menurut Mathias Tambing, dalam sidang terdakwa Harun terungkap kedua orang itu telah menjual tanah kepada seorang pengusaha (AM) yang diduga menggunakan akte jual beli (AJB) palsu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Desa Harapan Jaya dan Camat Muara Gembong dalam kesaksiannya di pengadilan. Kedua saksi menegaskan tidak pernah menandatangani AJB dalam jual beli tanah yang dilakukan oleh Faisal dan Yos Milano dengan AM. “Dengan AJB palsu itu, sertifikat tanah milik KPI tersebut telah berubah menjadi atas nama orang lain,” tutup Mathias Tambing. (Sat)