oleh: Imam Shamsi Ali*
Sesungguhnya perjalanan haji itu merupakan miniatur kecil dari perjalanan hidup manusia. Seluruh elemen perjalanan hidup tergambarkan dalam proses perjalanan haji itu.
Persiapan haji itu mencakup seluruh bekal hidup manusia. Jika hidup manusia mencakup tiga dasar: fisik, akal dan ruh, maka persiapa haji juga mutlak memerlukan tiga bentuk persiapan itu.
Dengan kata lain, oleh karena perjalanan haji adalah simbolisasi perjalanan hidup manusia, maka Persiapannya juga mencakup seluruh elemen dasar kehidupan manusia.
Sedemikian urgensinya perjalanan itu maka Al-Quran secara khusus memerintahkan: “Dan persiapkanlah persediaan (tazawwaduu) karena sebaik-baik persediaan adalah ketakwan”.
Kata takwa adalah kata jaami’ (umum) yang mencakup ketiga Persiapan esensial perjalanan haji. Ketiga hal itu adalah 1) Persiapan fisik/materi. 2) Persiapan akal/ilmu). 3) Persiapan hati/ruhani.
Persiapan fisik/materi menjadi sangat penting dalam perjalanan haji. Selain karena memang perjalanan yang jauh (dari negara-negara lain) yang membutuhkan biaya yang cukup besar, juga karena perjalanan ini membutuhkan tenaga besar.
Kalau saja saat ini, tahun 2019, kita memakai ukuran Amerika maka biaya naik haji atau ONH sekarang ini paling murah sekitar $8,500. Balum lagi biaya-biaya lainnya seperti hajj fee atau ongkos haji yang mulai diterapkan oleh pemerintah Saudi. Juga harga pembelian kambing atau domba bagi mereka yang berhaji tamattu’ atau qiraan.
Persiapan fisik juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Karena dari tahun ke tahun, walau fasilitas semakin membaik, jumlah jamaah juga semakin bertambah. Hal ini menjadikan pelaksanaan ibadah haji juga semakin hari semakin berdesakan. Baik di Mina, di Muzdalifah, bahkan ketika Tawaf dan Sa’i.
Maka baik Persiapan finansial maupun fisikal menjadi sebuah tuntutan mendesak untuk melaksanakan Ibadah haji.
Persiapan akal atau keilmuan juga menjadi sebuah keharusan. Semua ibadah dalam Islam dipersyaratkan untuk dilaksanakan atas dasar ilmu. Maka haji sebagai salah satu Ibadah pokok dalam Islam harus dilaksanakan juga dengan keilmuan.
Karenanya ilmu-ilmu dasar tentang pelaksanaan haji menjadi keharusan. Apa saja yang menjadi fardhu, wajib, dan sunnah-sunnah haji. Atau sebaliknya apa yang menjadi larangan, dan jika terjadi pelanggaran apa jalan keluarnya.
Tata cara melaksanakan ibadah haji atau lebih dikenal dengan Manasik Haji mendasar untuk dipahami sebagai bagian dari Persiapan haji itu. Rasulullah SAW menegaskan: “khudzu anni manasikakum” (ambil dariku cara kamu melakukan ibadah haji).
Karenanya mempelajari tatacara melaksanakan ibadah haji menjadi keharusan bagi calon jamaah. Kalaupun karena satu dan lain hal, ada jamaah yang sangat terbatas dalam memahami tatacaranya, maka pembimbing hajilah yang kemudian mengambil alih tanggung jawab itu.
Di sini saya ingatkan pemerintah Indonesia, khususnya Kementrian Agama, agar memilih pembimbing haji bukan asal-asalan. Jangan jadikan tugas pembimbing haji itu sebagai “sarana” melaksanakan haji. Sehingga oleh sebgaian sekedar dijadikan sebagai kesempatan. Tapi pembimbing haji harus yang memang paham tatacara dan semua yang terkait dengan Ibadah haji.
Sementara Persiapan hati atau spiritual adalah Persiapan yang menentukan. Berapa banyak yang berangkat haji hanya karena punya duit atau punya kesempatan untuk melakukannya. Tapi sesungguhnya batinnya, hatinya tidak sepenuh siap untuk melakukannya.
Jamaah yang seperti inilah yang seringkali ketika berada di tanah haram, matanya dan pikirannya justeru semakin mendunia. Di hari pertama pun pikirannya adalah belanja. Bahkan orang-orang seperti inilah yang paling sering mengeluh tentang fasilitas Yang dianggap tidak memadai.
Atau orang-orang seperti inilah yang paling rentang untuk marah-marah, mengutuk bahkan ketika sedang berapa di masjidil haram. Perhatikan mereka yang saling sikut dan menyakiti ketika Tawaf atau ketika ingin mencium Hajar Aswad. Ibadahnya menjadi sebuah wahana memenuhi hawa nafsu.
Karenanya persiapan yang paling mendasar dalam perjalanan ini adalah persiapan batin atau hati. Hal itu karena memang perjalanan ini adalah “safar ibadah” (perjalanan ibadah). Sejak memulai niat hingga Tawaf wada’ semua adalah ibadah yang dasarnya ada di hati.
Tentu yang terpenting dari semua itu adalah karena ibadah dalam Islam mutlak dibangun di atas fondasi niat yang benar. “Semua amalan itu didasarkan kepada niatnya”.
Karena niat tempatnya di hati, maka secara logis pula hati harus benar-benar dipersiapkan untuk tertatanya niat yang benar itu. Hati yang kurang siap, rentang labil dan goyah. Maka niat yang ada di hati juga menjadi labil dan mudah goyah.
Kesimpulannya adalah bahwa perjalanan Ibadah haji itu merupakan miniatur kehidupan nyata manusia. Dari Persiapan hingga Akhir perjalanan menggambarkan kehidupan nyata. Maka jika kehidupan nyata memerlukan tiga elemen dasar Persiapan, haji juga demikian.
Semoga jamaah haji semuanya dikaruniai haji mabrur oleh Allah SWT. Amin!
Bersambung….
New York City, 24 Juli 2018
- Presiden Nusantara Foundation / Pembimbing Jamaah haji Nusantara USA.
(Keterangan foto: Peserta Program Hafal Quran intensif Musim Panas pesantren Nur Inka Nusantara Madani Connecticut AS).