JAKARTA (iHalal.id) — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dinilai telah membuat kebijakan yang menciptakan monopoli dan diskriminasi dalam penempatan dan perlindungan TKI ke Saudi Arabia. Hal itu merujuk pada Keputusan Menaker Nomor 291 Tahun 2018 tentang Peraturan Pelaksana Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran di Kerajaan Saudi Arabia melalui sistem Satu Kanal.
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Amin Balubaid mengatakan hal itu dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Dia bahkan menduga dengan kebijakan ini ada aliran dana yang besar yang akan masuk. “Sehubungan dengan itu Himsataki berharap ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengawasi penempatan TKI ke Saudi Arabia tersebut karena diduga akan ada aliran dana besar yang mengalir untuk bisa menempatkan TKI ke Saudi Arabia,” ujar Amin.
Karena hal itu, dia pun meminta Presiden Jokowi untuk segera mengganti Menteri Tenaga Kerja dan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK). “Dalam 4,5 tahun terakhir ini, selama menjabat, Menaker dan Dirjen Binapenta PKK sebagai penanggung jawab teknis penempatan TKI ke luar negeri tidak mampu memecahkan permasalahan TKI di luar negeri khususnya di Saudi Arabia dan Timur Tengah,” katanya.
Amin mengatakan, sejak 2011 pemerintah telah melakukan Moratorium TKI ke Saudi Arabia dan pada tahun 2015 Menteri Hanif Dhakiri telah mengeluarkan SK Penutupan Penempatan TKI ke 22 Negara di Timur Tengah. Pada Desember 2018, Menaker Hanif Dhakiri mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 291 Tahun 2018 tentang Peraturan Pelaksana Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran di Kerajaan Saudi Arabia melalui sistem satu Kanal.
“Kebijakan tersebut tentunya sangat menggembirakan PPTKIS (Perusahaan Penempatan TKI Swasta) yang telah menunggu hampir 8 tahun lamanya. Namun sayangnya, SK Menteri tersebut dirasakan atau diduga telah menciptakan sistem diskriminasi
dan monopoli, dengan menggunakan pihak lain,” ujar Amin seraya menambahkan, penempatan model seperti ini dinilai ilegal dan bisa terkena UU Perdagangan Orang.
Sebelumnya, Himsataki telah mengirim surat ke pejabat Kemnaker atas SK tersebut. Namun surat Himsataki tidak mendapat tanggapan atau respons. Ketika mencoba menemui pejabat teras Kemnaker pun tidak diterima. “Kedatangan kami sia-sia, tidak diterima pejabat yang seharusnya melayani masyarakat,” ungkapnya.
Upaya Perbaikan
Dirjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan Maruli A. Hasoloan dalam pemberitaan sebelumnya menegaskan, pembentukan sistem satu kanal tidak otomatis menganulir moratorium pengiriman TKI atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara perseorangan ke Timur Tengah. “Sampai sekarang pemerintah tidak mencabut larangan pengiriman pekerja migran untuk pengguna perseorangan ke Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya,” ucapnya.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menambahkan, sistem penempatan satu kanal merupakan kebijakan untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan penghentian dan pelarangan PMI ke Timur Tengah. “Pengiriman pekerja migran juga berdasarkan jabatan dan keahlian tertentu. Bukan sebagai pembantu rumah tangga yang mengerjakan semua pekerjaan domestik,” ujarnya.
Menurut Hanif, kerja sama ini bukanlah hal yang mudah, karena banyak kasus yang menimpa pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, seperti pelecehan, kekerasan, pelecehan seksual, gaji yang tidak dibayar, eksploitasi, serta ancaman hukuman mati yang memengaruhi persepsi publik.
Dia berharap kerja sama ini dapat meningkatkan mekanisme penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. “Kami optimistis, dengan berbagai perbaikan yang terintegrasi melalui satu sistem yang disepakati kedua negara menjadikan penempaan dan perlindungan pekerja migran Indonesia berjalan jauh lebih baik” katanya.*