Oleh: Imam Shamsi Ali*
Sekiranya Saya ingin menyimpulkan Nusantara Foundation itu dalam satu kata, mungkin kata yang tepat adalah “determinasi” atau “nekad”?. Kata determinasi mungkin terlalu positif. Karenanya saya lebih cenderung memakai kata “nekad”.
Memang sejak berdirinya di bulan September 2013 lalu Nusantara telah melakukan banyak gebrakan yang secara sederhana dapat dilihat berani, bahkan mungkin sangat “nekad”.
Penamaan Nusantara itu sendiri sesungguhnya terbangun di atas semangat itu; berani (nekad)?. Kata Nusantara di Amerika sangat tidak populer. Orang tidak mengenal apa Nusantara itu. Sehingga penamaan yayasan ini dengan Nusantara riskan untuk tidak mendapat atensi dari masyarakat.
Nusantara didirikan pertama kali oleh sekolompok muallaf murid-murid saya ketika itu dengan tujuan utama: pengadaan “Muallaf Center” di kota New York. Dengan dukungan Dompet Dhuafa saat itu berbagai kegiatan diluncurkan, termasuk kelas-kelas khusus untuk muallaf.
Namun di awal berdirinya Nusantara telah menginisiasi sebuah kegiatan yang lagi-lagi terasa “nekad”. Kegiatan itu adalah mensponsori pelaksanaan World Zakat Forum (WZF) bekerjasama dengan Badan Zakat Nasional (Baznas) dan banyak Laznas dari dunia Islam. Hadir di acara tersebut 70 peserta dari 25 negara.
Beberapa bulan kemudian Nusantara menginisiasi pelaksanaan Seminar Islam di PBB New York. Seminar yang membahas sejarah dan pengaruh Islam di bumi Nusantara lagi-lagi “nekad”. Hadir sebagai pembicara ketika itu beberapa professor dan ahli Indonesia (Indonesianis) dari beberapa Universitas Amerika. Bahkan dari Indonesia hadir Bapak Dahlan Iskan, Aa Gym, dan beberapa tamu lainnya.
Berselang beberapa bulan kemudian Nusantara kembali “nekad” mengadakan sebuah acara seminar besar dengan tema: “Challenging extremism together globally”. Hadir sebagai pembicara beberapa professor dan ahli di bidang ini. Salah satunya adalah Prof. Robert Hefner dari Boston University yang sangat populer itu.
Berbagai acara “nekad” Nusantara berhasil dilaksanakan, termasuk beberapa kegiatan dialog antar pemeluk agama, out-reach programs (mengenalkan Islam ke beberapa Universitas Amerika), dan beberapa kegiatan sosial/keagamaan lainnya. Bahkan beberapa kali mengadakan “Muslim fashion show” bersama Dian Pelangi, Elzatta, dan lain-lain.
Inisiatif “nekad” terbesar Nusantara dimulai pada penghujung tahun 2018 lalu. Langkah ini oleh sebagian orang dianggap tidak masuk akal, minimal over ambisius. Tapi itulah realitanya. Nusantara menginisiasi pendirian pondok pesantren di Amerika Serikat. Dan ini dilakukan di saat Islam mengalami tekanan yang luar biasa di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Saya tidak membahas lagi inisiatif “nekad” ini di sini. Karena saya yakin banyak yang telah mendengar dan mengenalnya. Walau proyek itu masih dalam proses dan sedang berjalan, tapi berita yang menggembirakan adalah bahwa derap langkah juang itu terus bergerak. Berbagai inisiatif “nekad” juga dilakukan di lokasi Pondok. Termasuk acara-acara sosial, buka puasa, dengan mengundang tetangga-tetangga non Muslim yang belum pernah sama sekali bersentuhan dengan Islam.
Juga kegiatan “nekad” boarding school selama dua bulan di tahun 2019 dan 2021 dengan peserta yang harus dibatasi. Program GLP for students dan GLP for Ustadz juga sebuah program kepemimpinan yang terasa “nekad”.
Beberapa hari lalu US Department of State (Kemenlu US) meminta Nusantara menjadi host pertemuan antara tokoh-tokoh agama Timur Tengah (Middle East) dan Amerika. Pertemuan ini disponsori oleh Kemenlu Amerika untuk membahas beberapa kemungkinan kerjasama di bidang pendidikan. Diakui Isu Islamophobia dan anti semitisme selalu menjadi tema utama pertemuan itu.
Annual talk on the Prophet (pbuh)
Di tahun 2019 lalu, persis sebelum terjadi pandemi covid Nusantara kembali menginisiasi kegiatan “nekad” lainnya. Kegiatan itu adalah pertemuan tahunan di bulan Rabiul Awal dengan nama: “Annual talk on the Prophet Muhammad (pbuh)”. Acara ini sekaligus dirangkaian dengan penggalangan dana bagi kesinambungan berbagai kegiatan Nusantara, khususnya pembangunan pondok pesantren yang dimaksud.
Covid menutup pintu untuk kegiatan ini selama dua tahun (2020-2021). Alhamdulillah di tahun 2022, tepatnya Sabtu 29 Oktober ini Nusantara kembali melangsungkan acara “nekad” itu. Persiapan acara dilakukan dengan lebih matang.
Berbagai inisiatif Nusantara yang saya sebut “nekad” ini memang terasa nekad. Selain karena saya sadar dengan segala keterbatasan, baik tenaga SDM dan dana, juga karena keterbatasan kesempatan di tengah berbagai tanggung jawab di kota New York.
Acara annual talk Sabtu ini menjadi sangat penting karena selain akan menghadirkan seseorang yang saya sebut “a Muslim by heart”, Dr.Craig Considine, juga akan hadir beberapa pejabat Amerika. Di antaranya anggota Kongress Grace Meng, NY Senator John Lui, NY Rep. David Weprin, perwakilan kantor Walikota dan Kepolisian New York.
Tentu akan sangat baik bagi upaya promosi Indonesia jika pejabat perwakilan pemerintah RI juga hadir. Undangan telah dikirimkan kepada semua. Semoga mereka melihat acara ini sebagai ajang yang baik, tidak saja untuk memperlihatkan dukungan kepada warganya. Tapi juga sebuah kesempatan untuk PR dan networking yang saya yakin sangat diperlukan oleh Indonesia di luar negeri.
Proyek pendirian Pondok pesantren ini sendiri terdorong oleh semangat itu. Nusantara termotivasi melakukan sesuatu, dan “quite big and ambitious”, untuk mengenalkan Indonesia khususnya dalam konteks sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia. Bukan dengan kata-kata dan slogan. Tapi dengan aksi dan kenyataan.
Kata seorang teman: “jika mereka membangun imej dengan asumsi-asumsi, kita respon dengan aksi dan fakta”.
See you all this Saturday, 29 October. Starts at 4:30 PM, ends by 9:30 PM. Venue: Agra Palace: 116-33 Queens BLVD Forest Hills, NY 11735.
New York, 27 Oktober 2022
- Presiden Nusantara Foundation