Komunikasi Dakwah di Dunia Global

oleh: Imam Shamsi Ali*

Salah satu hal yang sering saya sampaikan dan ulang di mana-mana adalah betapa pentingnya para du’aat (pendakwah) untuk menguasai, tidak saja materi agama yang disampaikan. Tapi tidak kalah pentingnya adalah bagaimana cara menyampaikan kebenaran itu.

Dengan kata lain, metode penyampaian atau persisnya komunikasi dalam berdakwah seringkali menentukan wajah kebenaran yang disampaikan. Hitam putihnya kebenaran di mata manusia tidak jarang justeru ditentukan oleh cara mengkomunikasikannya.

Berapa banyak kebetilan yang disampaikan dengan komunikasi yang Indah, atau tepatnya terbungkus oleh cara komunikasi yang menggoda diterim oleh manusia sebagai kebaikan. Sebaliknya seringkali kebenaran sering Kabur di mata orang karena cara komunikasi Yang tidak sesuai.

Apalagi dalam dunia di mana sedang terjadi perang persepsi. Dengan keterbukaan informasi sekarang ini mereka yang kuat membangun imej dan persepsi akan menentukan “benar-salah”nya sebuah permasalahan.

Karenanya begitu mendasar bagi umat, khususnya para du’aat dan ulama untuk menguasai metode komunikasi yang tepat dalam mengkomunikasikan kebenaran itu. Sering saya katakan: jangankan salah. Benar saja bisa disalahkan.

Karenanya cara atau metode mengkomunikasikan Islam menjadi sangat mendasar dalam dunia Dakwah, khususnya dunia Global Yang semakin terbuka saat ini.

Lalu apa saja dasar-dasar (pillars) dalam komunikasi dakwah?

Pertama, Self confidence. Bahwa kebenaran tidak mungkin bisa dikomunikasikan secara efektif dan penuh makna jika tidak dibangun di atas dasar keyakinan yang solid. Orang yang setengah yakin, apalagi memang ragu dengan kebenaran itu tidak akan mampu mengkomunikasikannya secara baik.

Kedua, solid knowledge. Berdakwah itu memerlukan ilmu yang matang. Perintah mengajak manusia ke jalan Tuhan dengan “hikmah” salah satuny berarti dengan ilmu yang solid. Tanpa ilmu hanya akan melahirkan kebodohan atas nama kebenaran.

Ketiga, positive mind. Artinya dalam mengkomunikasikan kebenaran itu harus dibangun di atas dasar pemikiran positif. Salah satu bentuk pemikiran positif adalah bahwa apapun keadaan manusia semuanya masih memiliki kemungkinan untuk baik, bahkan terbaik.

Keempat, no intimidation. Bahwa dalam mengkomunikasikan kebenaran harus dengan persuasi dan pendekatan yang simpati. Bukan dengan cara yang menakutkan dan intimidasi. Rasulullah diingatkan jika kasar dan merendahkan orang lain maka manusia akan lari darinya.

Kelima, rational argument. Artinya bahwa dalam dunia berkemajuan dalam ilmu dan informasi saat ini agama tidak akan laku dengan dogma-dogma yang dipaksakan. Banyaknya generasi mudah menjauh dari agama, salah satunya karena cara penyampaian agama yang dogmatis.

Keenam, appropriateness. Kita diingatkan oleh Rasul SAW bahwa setiap kata itu ada tempatnya. Likulli maqaal maqaam. Karenanya pemilihan kata atau subjek pembicaraan harus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Di saat berbicara kepada Dokter jangan mendiskusikan isu ekonomi. Atau di saat bicara dengan insinyur jangan bicara tentang isu sosial. Saya mengistilahkan jangan menggunakan komunikasi bolduzer.

Ketujuh, sentuhan fitrah. Satu yang pasti pada semua orang adalah memiliki fitrah Yang masih jujur dan bersih. Sebuah realita hidup Yang menjadi identitas kemanusiaan Yang tak terhindarkan. Itulah fitrah manusia. Maka ketika fitrah manusia tersentuh dengan kebenaran Yang disampaikan maka akan menyatulah dalam sebuah kata Yang disebut “Hidayah”.

Kedelapan, matching the words with actions. Artinya dakwah itu memerlukan ketauladanan. Kritikan Al-Quran itu tegas: kenapa kamu mengatakan sesuatu Yang kamu tidak lakukan. Atau dalam bahasa Yang saya pakai: kenapa kamu jadikan Islam itu sebagai slogan?

Akhirnya untuk mendalami lagi materi komunikasi dakwah dalam dunia global ini, silahkan hadir di Seminar Internasional Unismuh tentang Komunikasi Islam di Dunia Global. Besok, 17 September 2019.

* Presiden Nusantara Foundations, USA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *