Laporan Keuangan Harus Apa Adanya Untuk Mengetahui Kondisi Faktual Bisnis Penerbangan Nasional

JAKARATA (iHalal.id) — Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  memberikan sanksi administratif dan perintah tertulis  kepada Garuda Indonesia untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan tahunan (LKT). Walaupun Garuda menyatakan berbeda pendapat dengan hasil pemeriksaan OJK, namun seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi dan patut disesalkan.

Jika dirunut kebelakang, kasus ini berawal dari keinginan Garuda untuk memperbaiki kinerjanya dan memaparkan pada LKT 2018. Karena kinerja operasionalnya masih merugi sekitar USD 244.958.308, manajemen berusaha mencari pendapatan lain (ancillary revenue) untuk menutup biaya. Alhasil didapat kesepakatan dengan pihak lain (Mahata Aero Teknologi) sebesar USD 239.940.000 sehingga jika dikalkulasi ada keuntungan USD 5.018.308.

Tentu saja, apa yang dilakukan oleh manajemen Garuda dalam mencari ancillary revenue patut dihargai dan bahkan patut dicontoh maskapai lain.

Namun saat menyajikan dalam laporan keuangan, seharusnya Garuda  melaporkan apa adanya sesuai dengan yang ditetapkan OJK.

Jika memang masih mengalami kerugian, seharusnya dilaporkan saja terutama kepada regulator penerbangan nasional dalam hal ini Menteri perhubungan. Sesuai Pasal 118 Undang- Undang No 1/2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No 18/2015, maskapai wajib melaporkan LKT ke Menhub tiap akhir April. 

Dengan laporan keuangan apa adanya, Ragulator akan bisa mengetahui fakta-fakta dilapangan penerbangan nasional sehingga bisa merumuskan perbaikan-perbaikan ke depannya.

Maskapai rugi bukanlah aib, tapi justru suatu masalah yang harus diselesaikan bersama sehingga nantinya bisa menjadi sehat kembali dan menghadirkan transportasi udara yang terjangkau bagi masyarakat.

Bantuan pemerintah juga tidak harus berupa finansial. Namun bisa berupa perlakuan khusus pada maskapai yang sakit sehingga bisa sehat kembali. Seperti misalnya memberi slot jumlah tertentu di rute gemuk pada saat golden time, memberi insentif dari pajak bandara, biaya navigasi dll.

Namun jika semua maskapai mengalami masalah yang sama, Pemerintah harus mulai berfikir, apakah ada yang salah dalam pengelolaan bisnis penerbangan nasional?

Bagaimanapun juga bisnis penerbangan tidak bisa dilepaskan dari keselamatan penerbangan. Tanpa bisnis yang baik, keselamatan penerbangan tidak bisa diwujudkan dan bahkan maskapai bisa gulung tikar. Sebagai regulator, Pemerintah bisa menggandeng stakeholder terkait, termasuk maskapai untuk membicarakan perbaikan kelangsungan bisnis penerbangan nasional.

Kasus yang menimpa Garuda harus menjadi pembelajaran bagi maskapai lain dan Pemerintah untuk mereview kembali bisnis penerbangan nasional. Jangan malu untuk mengakui bahwa bisnis penerbangan nasional sedang sakit. Karena dengan pengakuan tersebut, bisa menjadi cambuk untuk memperbaiki bisnis sektor penerbangan sehingga sustainable dan mampu dijangkau masyarakat. (Sat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *