Oleh: Imam Shamsi Ali
Salah satu kenikmatan hidup yang Allah siapkan bagi hamba-hambaNya adalah pernikahan. Pernikahan adalah sebuah peristiwa penting dalam hidup manusia. Bahkan tidak mengherankan jika aturan yang paling detail dalam agama ini adalah urusan rumah tangga.
Betapa tidak. Dari awal proses mencari calon pasangan hidup, hingga pernikahan itu sendiri. Dari urusan paling privat (hubungan suami isteri), hingga ke pendidikan anak. Dari bagaimana menumbuh suburkan tali ikatan keluarga, hingga (Semoga tidak terjadi) ketika harus terjadi perceraian. Dari ketika anak lahir, hingga ketika ada yang meninggal dunia dengan urusan warisan. Semuanya diatur secara jelas dan detail oleh agama ini.
Pertanyaaannya kenapa pernikahan menjadi sangat penting dalam hidup?
Tentu jawabannya banyak. Tapi salah satunya adalah karena hidup secara keseluruhan adalah instiusi. Hidup manusia itu sebuah institusi yang rapih. Semua telah diatur sedemikian rupa oleh Pengatur dan Pemilik kehidupan. Dan bagian pertama yang terbangun dari institusi ini adalah pernikahan itu sendiri.
Kita kenal dalam sejarah bahwa sejak Allah menciptakan manusia (Adam), sejak itu pula manusia itu tidak merasakan ketentraman tanpa pasangannya. Karenanya atas dasar kasih sayangNya jua pasangan baginya (Hawa) diciptakan. Dan sejak itu pula perkawinan atau pernikahan menjadi intitusi solid dalam hidup manusia.
Sejak itu pula institusi ini menjadi sakral (suci) dan menjadi jalan kesucian hidup. Bahkan dalam semua tradisi keagamaan manusia perkawinan atau pernikahan ini dilakukan dengan penuh kesakralan, melibatkan Tuhan di dalamnya.
A life journey
Sedemikian pentingnya institusi ini sehingga pernikahan dapat dikatakan sebagai “a life journey” atau proses perjalanan hidup manusia itu sendiri. Sebuah perjalanan yang dimulai dengan komitmen penuh untuk bersama hingga akhir hidup (di syurga Insya Allah).
Untuk life journey atau perjalanan hidup ini solid dan sukses ada beberapa pilar Yang dibangun dalam proses perjalanan itu. Di bawah ini saya sebutkan pilar-pilar tersebut secara singkat.
Pertama, bahwa life journey ini adalah a journey of responsibility atau perjalanan hidup yang penuh dengan tanggung jawabnya.
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa barangsiapa yang diberikan keberkahan dengan seorang isteri yang salehah, tentu sebaliknya seorang suami yang saleh bagi sang isteri, maka dia telah menyemournakan seperdua agamanya (nisf diin).
Perkawinan dianggap memenuhi setengah agama karena agama itu adalah kehidupan. Dan kehidupan adalah tanggung jawab. Tanggung jawab kehidupan itu dalam dua bentuknya; pribadi dan publik. Maka pernikahan sesungguhnya adalah awal dari pemenuhan tanggung publik manusia.
Di sinilah pokok poinnya kenapa pernikahan itu disebut sebagai a journey of responsibility (perjalanan yang penuh tanggung jawab). Bahkan tidak salah jika pernikahan itu akan menjadi “ukuran” tanggung jawab seseorang dalam tanggung jawab publiknya.
Kedua, bahwa life journey ini adalah a journey of vision atau perjalanan visi hidup.
Keberhasilan membangun rumah tangga akan banyak ditentukan oleh jawaban kepada pertanyaan mendasar dalam hidup manusia. Pertanyaan tentang visi hidup. Untuk apa saya hidup? Dan perkawinan ini adalah bagian penting dari hidup.
Karenanya perkawinan itu akan diwarnai oleh jawaban kepada pertanyaan mendasar tadi. Untuk apa saya menikah? Menikah karena kecantikan akan mewarnai perjalanan rumah tangga. Kalau masih cantik maka rumah tangga masih solid. Begitu kecantikan berubah, berubah pula keadaan rumah tangga itu.
Demikian seterusnya. Kawin karena materi, popularitas, dan lain-lain yang bersifat duniawi semuanya akan berubah, lambat atau cepat. Dan kalau niat nikah karena semua itu maka nikah itu mengalami perubahan seiring perubahan motifnya.
Maka pada akhirnya, walaupun semua yang disebutkan di atas tiada salahnya menjadi motif, tapi motif yang akan abadi dan tak akan goyah selamanya hanya “ridho Allah” (mardhotillah).
Orang yang menikah karena Allah, apapun warna hidupnya, goncangan apapun yang terjadi dalam hidupnya, pasti akan kokoh dalam melanjutkan langkah life journey ini. Karena pada akhirnya the ultimate motive (dorongan utama) dari pernikahannya adalah mencari “ridho Tuhan”.
Ketiga, bahwa life journey ini adalah proses perjalanan saling belajar (ta’aruf).
Kerap kali ada kesalah pahaman di kalangan anak muda umat ini. Seolah ta’aruf itu terjadi sebelum nikah. Padahal ta’aruf yang sesungguhnya akan terjadi setelah melangsungkan pernikahan.
Menikah itu adalah mempertemukan dua individu untuk sebuah komitmen perjalanan panjang. Dua individu itu sedekat apapun pasti memiliki perbedaan dalam banyak hal. Perbedaan selera makan, pakaian, hingga kepada pandangan tentang masalah-masalah hidup. Bahkan selera terhadap acara TV sekalipun kerap berbeda.
Salahkah perbedaan itu? Tidak sama sekali. Berbeda itu alami dan kadang menjadi sumber keberkahan tersendiri. Tapi untuk mendatangkan keberkahan diperlukan “ilmu”. Ilmu inilah yang sekarang menjadi salah satu mata pelajaran penting di berbagai Universitas dengan nama “menejemen konflik” atau “konflik resolution”.
Di sinilah maknanya ketika “saling belajar” atau saling mengenal itu menjadi salah satu pilar penting dari perjalanan hidup ini.
Keempat, bahwa life journey ini adalah a journey of partnership atau perjalanan kerjasama.
To be continued……!
* Presiden Nusantara Foundation
Saudaraku, saya kirimkan potongan video tentang perkembangan proyek pembangunan pondok pesantren di Amerika. Semoga menjadi pengingat dan motivasi untuk mengambil bagian dalam perjalanan sejarah dakwah kita di Amerika. Jazakumullah khaer!