JAKARTA (iHalal.id) — Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan akan meninjau kembali produk-produk yang tidak layak menerima sertifikat halal namun telah mendapatkan nomor sertifikasi halal.
“Saya belum tahu, kita cek dulu, apakah benar seperti itu,” kata Menag Yaqut saat ditemui di Tokyo, Minggu, 29 September 2024..
Pernyataan ini merespons keluhan masyarakat terkait beberapa produk yang dianggap tidak sesuai dengan kriteria halal, namun muncul di aplikasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), seperti bir, rum, dan wine. Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 44 Tahun 2020, suatu produk hanya bisa diberikan label halal jika memenuhi syarat, baik dari segi kandungan maupun penamaan.
Pada saat berita ini dilaporkan, nama-nama produk tersebut sudah tidak lagi muncul di aplikasi BPJPH. Menag Yaqut juga meminta agar Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) yang telah diakui BPJPH lebih selektif dalam menilai produk luar negeri yang akan disertifikasi halal. “Tugas LHLN adalah menilai, jika tidak halal maka tidak bisa disertifikasi,” ujarnya.
Menag Yaqut menargetkan peningkatan 200 persen untuk sertifikasi produk halal, terutama dari Jepang, pada Oktober mendatang, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan produk yang beredar di Indonesia memiliki sertifikat halal mulai 17 Oktober 2024.
Saat ini, terdapat 150 lembaga halal di luar negeri yang telah diakui BPJPH. Sejak dibentuk pada 2017, BPJPH Kemenag telah menerbitkan dua juta sertifikat halal atau setara dengan lima juta produk. (red/tempo)