PP Jaminan Produk Halal Terbit, Sertifikasi Akan Diterapkan Secara Bertahap

JAKARTA (iHalal.id) — Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa terbitnya PP tersebut sekaligus menandai keharusan implementasi operasional penjaminan produk halal di Indonesia.

“UU memberi batas per 17 Oktober 2019 untuk implementasi jaminan produk halal. Alhamdulillah, PP nya sudah terbit. Kewajiban sertifikasi halal akan diterapkan secara bertahap, dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan termasuk kepentingan dunia usaha,” tegas Menag usai Raker dengan Komisi VIII DPR di Senayan, Kamis (16/05).

“Detail pentahapan akan diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA),” sambungnya.

Menurut Menag, setidaknya ada empat regulasi yang tengah disiapkan dan akan segera disahkan. Pertama, Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Kedua, RPMA tentang Produk yang Belum Bersertifikat Halal pada 17 Oktober 2019 dan Penahapan Jenis Produk yang Wajib Bersertifikat
Halal.

Regulasi ketiga, Rancangan Keputusan Menteri Agama (RKMA) tentang Bahan yang Berasal dari Tumbuhan, Hewan, Mikroba, dan Bahan yang Dihasilkan melalui Proses Kimiawi, Proses Biologi, atau Proses Rekayasa Genetik yang Diharamkan Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Dan keempat, RKMA tentang Jenis Produk Wajib Bersertifikat Halal.

“Pembahasan RPMA dan RKMA ini sudah dilakukan, difasilitasi Setwapres RI. Pembahasannya melibatkan Kementerian/ Lembaga terkait dan asosiasi pelaku usaha,” tuturnya.

“Sedang disiapkan juga satu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai biaya atau tarif sertifikasi halal. Biaya yang harus dibayarkan para pelaku usaha akan sangat terjangkau,” sambungnya.

Kepala BPJPH, Sukoso yang ditemui terpisah menjelaskan, kewajiban sertifikasi halal ini berlaku terhadap jenis barang meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk
kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, dan barang gunaan
yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Barang gunaan yang wajib bersertifikat halal hanya bagi barang gunaan yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan. Adapun untuk barang yang wajib sertifikasi tetapi tidak lolos sertifikasi, produk tersebut tetap boleh beredar di Indonesia dengan catatan harus mencantumkan logo/simbol tertentu yang menjelaskan ke publik tentang status kehalalannya”, tegasnya .

“Untuk produk impor, dapat dipasarkan di Indonesia setelah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal di luar negeri, yang telah menjalin kerjasama dengan BPJPH,” tambahnya.

Kerjasama dengan MUI

Menag Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, dalam ketentuan PP ini peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses sertifikasi halal tetap sentral. MUI memberikan fatwa halal atau tidaknya produk, sedangkan BPJPH dan instansi terkait akan fokus pada aspek operasional, administrasi/keuangan, kerja sama dan edukasi.

Lebih lanjut Menag menjelaskan, kerjasama BPJPH dengan MUI meliputi tiga hal. Pertama, kewenangan penetapan kehalalan suatu produk adalah MUI.

“Otoritas yang menyatakan kehalalan produk, halal atau tidak itu hanya di MUI melalui fatwa. Itu dijamin UU JPH. Keputusan penetapan halal produk itu menjadi dasar bagi JPH menerbitkan Sertifikat Halal,” katanya.

Kedua, kewenangan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) ada di MUI. Artinya, institusi yang melakukan, atau yang mengakreditasi bagi LPH adalah MUI.

Ketiga, LPH dalam bekerja harus memiliki auditor halal. Lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat bagi auditor halal adalah MUI.

Lantas apa kewenangan BPJPH? “Salah satunya adalah registrasi produk untuk memperoleh sertifikat halal. Mulai 17 Oktober nanti, BPJPH punya kewenangan untuk action,” ujar Menag.

Sinergi Implementasi

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Sukoso mengatakan, proses penjaminan produk halal akan dilakukan secara sinergis sesuai kewenangan yang diatur dalam regulasi. Selaku leading sector, BPJPH akan segera memfinalisasi kesepakatan kerjasama dengan BPOM terkait sertifikasi halal untuk produk yang memerlukan ijin edar dari BPOM.

“Diharapkan nantinya proses sertifikasi dan proses pengajuan/perpanjangan ijin edar dapat disatukan, sehingga akan lebih mudah dan efisien,” tutur Sukoso.

Sinergi juga akan dilakukan BPJPH dengan APINDO dan KADIN. Pada tahap awal, ketiga pihak ini akan menerbitkan “Buku Pintar Jaminan Produk Halal”, untuk memberikan penjelasan kepada publik, khususnya para pelaku usaha, tentang berbagai hal praktis terkait Jaminan Produk Halal.

“Buku ini akan disusun dengan bahasa yang sederhana dan pendekatan yang user-friendly. Buku tersebut diharapkan akan memberikan pemahaman yang benar kepada publik,” ujarnya.

Kerjasama juga akan dilakukan dengan Kementerian/Lembaga terkait, juga perguruan tinggo. Selain dengan BPOM, sinergi juga dijalin dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koperasi dan UMKM. “MoU kerjasama ini telah dibahas secara bilateral dan saat ini dalam proses finalisasi sebelum dilakukan
penandatanganan,” jelas Sukoso.

“Finalisasi pembahasan draf Perjanjian Kerjasama juga sudah dilakukan antara Kementerian Agama dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan
Komite Akreditasi Nasional (KAN). Setelah terbit PP, penandatanganan MoU segera dilakukan,” sambungnya.

Sementara dengan LPH, lanjut Sukoso, kerjasama dilakukan untuk pemeriksaan dan/atau pengujian produk. LPPOM MUI sesuai amanat UU JPH menjadi LPH dengan mengikuti ketentuan yang terdapat pada UU JPH.

Sinergi bersama LPH juga dilakukan dengan Perguruan Tinggi. Hingga saat ini telah dilaksanakan 79 visitasi ke Perguruan Tinggi/ Lembaga guna percepatan pendirian LPH. Dari hasil 79 visitasi tersebut, 34 Perguruan Tinggi/Lembaga sudah
menandatangani MoU dengan BPJPH.

“34 Perguruan Tinggi/Lembaga sebagai calon LPH tersebut telah mengirimkan masing-masing 3 orang calon auditor halal untuk mengikuti diklat dari Kementerian Agama,” jelas Sukoso.

Untuk Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN), Sukoso menjelaskan bahwa saat ini sudah ada 45 lembaga yang berkerjasama dengan MUI sebagai Halal Certificate Body. Namun, beberapa Halal Certificate Body sudah berakhir masa berlakunya. “Kondisi saat ini, terdapat 21 LHLN yang mengajukan kerja sama dengan BPJPH,” paparnya.

“Alhamdulillah sejumlah tahapan persiapan sudah dilakukan. Terbitnya PP akan mendorong BPJPH untuk segera mengimplementasikan tugas penjaminn produk halal di Indonesia. Insya Allah, ini akan segera kami lakukan bertahap,” tandasnya. (Adh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *