Roqiim (Anjing)


Oleh : Idat Mustari*

Di bulan ini viral tentang daging anjing yang dijual oleh pedagang di Pasar Senin Jakarta. PD Pasar Jaya pun menjatuhkan sanksi administrasi kepada pedagang yang menjual daging anjing dengan tak diperbolehkannya lagi menjual daging anjing. Sebab Anjing bukan termasuk binatang yang diperbolehkan secara undang-undang untuk dikonsumsi, terlebih bagi umat Islam, daging anjing itu haram hukumnya.

Meskipun daging anjing itu haram, bahkan jilatannya adalah najis, hingga harus dicuci tujuh kali, salah satu diantaranya dengan tanah, tetapi anjing memiliki sifat yang terpuji, bahkan Imam Nawawi Albantani dalam kitabnya Kasyifatus Saja, menyebutkan sepuluh keistimewaan sifat terpuji yang dimiliki oleh seekor anjing. Salah satu nya meskipun diusir bahkan sampai seribu kali dalam sehari, ia tidak akan pergi dari pintu tuannya dan akan tetap setia menjaga pintunya. Ini sifat kesetiaan, loyalitas, dedikasi pada seekor anjing yang boleh jadi tidak ada di manusia. Karena tak sedikit orang yang sudah menerima kebaikan dari orang lain bukan membalas dengan kesetiaan, kejujuran,kebaikan sebaliknya dengan penghianatan dan keburukan. Jika demikian tentu Anjing lebih baik dari orang seperti itu.

M. Quraish Shihab dalam bukunya, ‘Dia di Mana-mana, “Tangan” Tuhan dibalik setiap Fenomena,’ mengutip kisah seorang Sufi besar, Malik Ibn Dinar, bersama seekor anjing, ketika ditanya:”Untuk Apa anjing ini?” Sang Sufi menjawab: “Ia lebih baik daripada manusia yang menjadi teman buruk.” Memang, boleh jadi demikian, banyak anjing yang lebih bermanfaat daripada manusia.

Jika ada nilai-nilai positif dari binatang, seperti elang, dan ketika dinisbatkan pada seseorang “si mata elang,” maka orang tersebut tak akan marah bahkan boleh jadi ia bangga, dengan julukan itu. Seperti julukan mata elang pada para pekerja yang mengamati kendaraan motor,mobil yang nunggak ke perusahaan leasing. Tapi meskipun anjing sangat setia pada tuannya, tak ada seorang karyawan perusahaan atau PNS (Pegawai Negeri Sipil) karena kesetiannya, loyalitasnya kemudian dijuluki “Karyawan Anjing,” “Pekerja Anjing,” “PNS Anjing.”

Rasa-rasanya mungkin selama ini kita termasuk yang bersalah pada anjing sepositif apapun sifat anjing sirna berganti makna jadi segala yang najis, kotor, dan menjijikan. Maka aku pun hanya bisa berkata,”maafkan anjing,” jika selama ini melupakan sifat-sifat positif yang dimiliki oleh mu, yang mungkin telah hilang dari kebanyakan manusia.

*Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Agama, Pengacara, tinggal di Bandung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *