Saling Menyangka Hakim dan Dokter

Oleh : Idat Mustari*

Alkisah dua teman saling bertemu, yang satu jadi hakim, dan yang satunya jadi dokter. Kata Sang dokter,”Oh sungguh enak kamu jadi hakim”.
Sang hakim menjawab,” Kamu salah, sebab Hakim itu makhluk yang kesepian. Sebab hakim itu mandiri, jika mau memutuskan hukuman tidak boleh minta saran atasan, jika kehujanan tidak boleh berteduh tanpa izin yang punya rumah, jika makan tidak boleh bareng pihak yang berperkara/pengacara, bahkan dengan istripun tidak boleh bicara tentang perkara yang ditangani, punya rumah mewah dicurigai, punya mobil mewah dimata-matai, di luar jam dinaspun masih diawasi, apalagi berani-berani tambah istri.”

Sang Hakim,”Kamu dokter, justu lebih enak.”
Sang dokter menjawab,” Boro-boro enak, saya tak boleh keletihan cape dan bisa tidur nyenyak ketika ada pasen malam hari yang harus ditolong. Bahkan saya disebut anak durhaka, gara-gara ayahku sakit diperiksa olehku, kemudian ku katakan kepadanya,’Yah, berhenti merokok’. Ayah ku ngomel-ngomel “Ku sekolahkan kamu dengan biaya mahal berani-beraninya melarang ayah merokok.”
“Bahkan jika kamu tahu, saya hampir gila gara gara ada seseorang memeriksakan anaknya yang sedang sakit. saya periksa saya katakan Anak bapak mengalami gagal ginjal.” Pasen itu menjawab: “Ahh.. Syukurlah kalau begitu, Dok.”
Dokter : “Loh…, kok malah bersyukur??”
Pasen: “Karena kegagalan adalah awal dari keberhasilan….”
Dokter : ..

Hidup serigkali seperti hakim dan dokter, yakni saling menyangka. Seperti kata pepatah ‘Rumput Tetangga Lebih Hijau”. Akibatnya jadi manusia yang tidak bisa bersyukur. Jadi manusia yang terus menerus miskin. Hartanya mencukupi tapi miskin jiwanya. Terus merasa kurang, karena selalu melihat orang lain yang lebih dari dirinya. Padahal Rasulullah SAW telah bersabda :”Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu,” (HR Bukhari dan Muslim).

Saking asyiknya melihat hijaunya ‘rumput tetangga’, seringkali sampai lupa dengan ‘rumput’ sendiri. Padahal ‘rumput’ sendiri jauh lebih baik dari ‘rumput’ tetangga. Boleh jadi yang nampak bahagia di mata, kenyataannya sedang menanggung kekecewaan, ketidak puasan, hanya saja mereka lebih pandai menyembunyikan.

“Kebahagian tak akan pernah menghampiri diri ketika selalu membandingkan dengan orang lain,” begitu kata Sang Bijak. Jangan terjebak dengan media sosial, senyuman orang lain di IG,WA.FB sebab belum tentu di dunia nyatanya seindah yang terlihat di layar ponsel.
Semoga Allah memberi kemampuan pada kita untuk bisa Bersyukur dengan apa yang ada ditangan, bukan dengan apa yang tidak ada di tangan.

*Pemerhati Sosial, Agama, dan Advokat, tinggal di Bandung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *