JAKARTA (iHalal.id) — Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memperingatkan pelaksanaan tahap pertama ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-undang No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Ketentuan tersebut adalah produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Menurut Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham, ada 3 bidang usaha subsektor makanan dan minuman yang wajib menjalankan ketentuan tersebut.
“Berdasarkan regulasi JPH, ada 3 kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut,” katanya dalam keterangan di situs resmi BPJPH, dikutip Selasa (20/2/2024).
“Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan,” tambah Aqil.
Dia mengatakan, jika pada waktu yang ditetapkan, produk-produk atau sektor usaha tersebut belum juga memiliki sertifikat halal, akan dikenai sanksi.
“Ketiga kelompok produk tersebut harus sudah bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024. Kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya,” ujar Aqil.
Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.
Disebutkan, sanksi yang diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP No 39/2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Dia pun mengimbau pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal melalui BPJPH sebelum tenggat waktu pelaksanaan ketentuan wajib berlaku.
“Batasan ketiga kelompok produk tersebut sudah jelas dan tanpa pengecualian. Jadi misalnya produk makanan, mau itu yang diproduksi oleh usaha besar, menengah, kecil hingga mikro seperti pedagang kaki lima di pinggir jalan, semuanya sama, dikenai ketentuan kewajiban sertifikasi halal sesuai ketentuan regulasi,” tegasnya.
Anggaran Sertifikasi
Di sisi lain, Aqil mengungkapkan, BPJPH kembali menyediakan kuota Sertifikasi Halal Gratis atau Sehati melalui jalur sertifikasi halal self declare. Hal itu, ujarnya, kemudahan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro kecil (UMK) di seluruh Indonesia dalam memenuhi kewajiban sertifikasi halal.
Sementara itu, Kemenag bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga telah melakukan sosialisasi penganggaran APBD untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha.
“Karena mandatory sertifikasi halal adalah program prioritas, maka Pemda dapat mengalokasikan dana mendahului perubahan Perda (Peraturan Daerah) tentang Perubahan APBD 2024. Apabila tidak cukup anggarannya, maka dapat dilakukan pergeseran anggaran dengan Perkada (Peraturan Kepala Daerah) terkait Perda tentang Perubahan APBD 2024,” kata Plh. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan, dikutip dari keterangan resmi BPJPH. (red/CNBC/BPJPH)