JAKARTA (iHalal.id) — Pemerintah wajib memastikan perlindungan dan kepastian bagi investasi swasta seiring dengan niatan mendorong kolaborasi swasta dan BUMN dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur, terutama di sektor maritim yang menelan dana besar.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai pemerintah membutuhkan banyak dana untuk melakukan pengembangan infrastruktur bidang maritim. Menurutnya, untuk merealisasikan cita-cita pemerintah membangun poros maritim, pembangunan pelabuhan merupakan pekerjaan rumah mendesak.
Siswanto mencontohkan untuk mengurai masalah fundamental dari sisi maritim, pekerjaan rumah pemerintah paling pokok yaitu mengembangkan kawasan penopang Tanjung Priok. “Sudah ada rencana induk Tanjung Priok, namun karena pembangunan infrastruktur pelabuhan penopang membutuhkan dana besar, maka pemerintah harus membuka kemitraan dengan swasta,”ungkapnya.
Sejalan dengan upaya itu, Siswanto menyinggung keseriusan pemerintah untuk mengajak swasta terlibat dalam pengembangan infrastruktur maritim. “Untuk pembangunan pelabuhan saja, itu dananya cukup besar, apalagi kalau dilihat dari rencana induk pengembangan Priok, terdapat keharusan membangun lebih dari satu pelabuhan,” cetusnya.
Karena tantangan tersebut, simpul Siswanto, investor swasta sangat membutuhkan kepastian perlindungan hukum. Di sisi ini, pemerintah dinilai masih lemah.
“Contoh paling anyar, yaitu sengketa KCN Marunda yang merupakan perusahaan kemitraan dari swasta dan KBN yang BUMN, namun malah digugat oleh KBN sendiri,” katanya.
Dalam kasus KCN Marunda, investor swasta yakni PT Karya Tekhnik Utama (KTU) pada 2004 memenangi tender pengembangan kawasan C01 Marunda yang dilakukan PT Kawasam Berikat Nusantara (KBN). Keduanya kemudian bersepakat membentuk usaha patungan PT Karya Citra Nusantara atau KCN, dengan porsi kepemilikkan KBN sebesar 15% dengan goodwill berupa bibir pantai, dan KTU sebanyak 85% dengan ketentuan menyediakan seluruh investasi pembangunan dan pengembangan dermaga yang letaknya di perairan.
KCN bertugas membangun infrastruktur berupa Pier 1, 2, dan 3. Total investasi untuk perampungan tersebut telah menyedot dana triliunan rupiah.
Akan tetapi, belakangan KBN merasa tak puas dengan pembagian kepemilikkan. Bahkan, melalui gugatan hukum yang turut melibatkan pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku pemberi konsesi kepada KCN, KBN mengklaim kepemilikan seluruh aset Pelabuhan Marunda.
“Kasus KCN Marunda merupakan salah satu acuan yang mencerminkan kalau pemerintah belum serius menggandeng swasta, siapa yang mau diajak kerjasama dengan mengeluarkan dana triliunan, setelah itu digugat dan diambil seluruh asetnya pula?” kilah Siswanto.
Dalam kaitan kasus tersebut, Kementerian Perhubungan pun akan melakukan upaya hukum agar putusan pembatalan konsesi Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara digugurkan.
Pada kesempatan berbeda, Kementerian Perhubungan mengungkapkan Negara dapat melakukan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga lebih dari satu triliun Pada tahun 2019 mendatang. Salah satu caranya yaitu melibatkan peran BUMN dan swasta dalam skema kerjasama konsesi.
Efisiensi ini dapat dilakukan karena akan memaksimalkan skema proyek Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Tercatat ada 15 bandar udara, 20 pelabuhan, dan 5 terminal yang akan dilakukan dengan skema KPBU.
Menurutnya, skema KPBU ini bukan menjual proyek melainkan melakukan kerja sama konsesi dalam jangka waktu tertentu. Penerima konsesi akan menanggung seluruh biaya baik capital expenditure (capex) maupun operating expenditure (opex).
BUMN
Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ahmad Bambang menjelaskan bahwa banyak perseroan pelat merah yang telah berkolaborasi dengan swasta. Opsi kerja sama yang ditempuh beragam mulai dari konsorsium hingga menjadi subkontraktor.
“Tidak ada satu BUMN pun yang bisa melakukan sendiri tanpa kerja sama dengan swasta,” ujarnya.
Terkait perseteruan antara KCN dan KBN, Ahmad mengatakan pihaknya tetap berupaya agar kerjasama dapat memberikan benefit yang sepadan. “ Kami berharap agar yang diterima BUMN juga sepadan,” imbuhnya.
Sebaliknya, Siswanto selaku pengamat sektor maritim yang mencermati kasus itu sejak sedekade lalu menilai, persoalan hasrat KBN untuk mencaplok seluruh aset KCN merupakan preseden negatif bagi kepentingan kolaborasi BUMN-swasta. “Kalau dikatakan sepadan itu seperti apa, soalnya untuk pembangunan Pelabuhan Marunda, KBN tidak mengeluarkam investasi apapun, dapat 15% tanpa delusi tiap ada tambahan dana KCN sampai kelar pembangunan, itu sudah sangat besar,” tutup Siswanto. (Sat)