PURWAKARTA (iHalal.id) — Setiap datangnya bulan Suci Ramadhan, umat Islam selalu mehiasi hari-harinya dengan shalat sunah Teraweih dan membaca kitab suci Alquran. Bahkan dalam hal membaca ayat-ayat suci Alquran tadi umat Islam seakan berlomba memperbanyak Khatam (tamat/selesai membaca Al-Quran sebanyak 30 juz–red).
Ustadz Salim bin Idrus Assegaf (kiri) memberikan pengantar hakekat pentingnya umat Islam menghidupkan 10 malam terakhir bulan suci Ramadhan, pada acara peringatan Malam Khataman di Masjid Ar-Raudloh Pasar Rebo Purwakarta, Jumat (29/24). (Foto: iHalal.id).
Tradisi meng-khatamkan Alquran tadi diperingati masyakarat dengan sebutan Malam Khataman. Di kota Tarim Hadramaut misalnya, tradisi ini sudah berumur ratusan tahun, bahkan sejak turunan Rasulullah yang bernama Ahmad Muhajir bermukim di Yaman selepas hijrah dari Negeri Baghdad.
Dari para Wali Allah tersebut, tradisi Khataman ini dibawa ke tanah air oleh para Habaib (turunan Rasulullah–red), antara lain di kota Purwakarta Jawa Barat.
Sejak itu Kota Purwakarta dikenal sebagai salah satu kota poros para Wali asal Hadramaut. Menurut Imam Masjid Ar-Raudloh Purwakarta Ustadz Salim bin Idrus Assegaf peringatan Khataman betul-betul mengadopsi tradisi para Habaib di kota Terim Hadramaut.
“Masjid Ar-Raudloh Pasar Rebo Purwakarta ini menggelar peringatan Khataman setiap malam ke 19 bulan Suci Ramadhan, dan dihadiri oleh para jamaah dari berbagai kota, Alhamdulillah hingga hari tradisi ini masih kita pertahankan “, kata pengajar faroid (ilmu waris) dan Tarekh (sejarah) di MAI (Madrasah Arabiyah Islamiyah–red) Purwakarta itu kepada iHalal.id seusai acara peringatan Khataman semalam (29/24) di Masjid Ar-Raudloh.
K.H Ahmad Said Joban sedang memberikan tausyah pada acara peringatan Malam Khataman di Masjid Ar-Raudloh Pasar Rebo Purwakarta Jumat (29/24).
Sementara Da’i Kota Bandung K.H Ahmad Said Joban yang hadir beserta rombongan menceritakan pengalaman masa kecilnya memperingati Malam Khataman.
“saya ingat betul bagaimana orang tua kami (Alm. K.H Awod bin Said Joban–red) mengajak mempercantik Masjid (Masjid Ar-Raudloh–red) dengan bersih-bersih hingga mengecat jelang malam Khataman digelar”, tutur pembimbing Haji & Umroh Dago Wisata itu kepada iHalal.id seusai acara peringatan Malam Khataman.
Peringatan Malam Khataman tersebut biasanya ditutup dengan doa yang dilakukan di lapangan terbuka, seperti di persimpangan jalan. Namun mengingat kondisi lalu lintas terkini semakin ramai, para sesepuh kota Purwakarta akhirnya memutuskan untuk menggelar doa di dalam Masjid.
Peringatan Malam Khataman di Hadramaut
Seperti halnya shalat Taraweh, untuk peringatan malam Khataman Alquran di setiap Masjid Tarim Hadramaut, dibagi dua, Khataman kecil dan Khataman besar. Jadwal khataman kecil bervariasi, ada yang mengadakannya seminggu sekali, ada pula yang mengadakannya 4 hari sekali sebagaimana yang rutin dilakukan di Masjid Al-Muhdhar.
Sedangkan Khataman besar seperti di Masjid Ahlul Kisa’ yang bertempat di rubat Daarul Musthofa, biasanya Habib Umar bin Hafidz mengadakan khataman setiap malam ke-17 bulan Ramadhan. Begitu juga khataman yang dilakukan di Masjid Assegaf, biasanya digelar pada tanggal 25 Ramadhan.
Adapun masjid Ba’Alawi biasanya mengadakan Khataman pada tanggal 27 Ramadhan, dan masjid Al-Muhdhar selaku masjid terbesar di kota Tarim yang mampu menghimpun ribuan umat muslim, melaksanakannya tepat pada tanggal 29 Ramadhan.
Tradisi Khataman dalam perspektif Islam
Hukum memperingati Malam Khataman ini telah dijabarkan di banyak kitab-kitab klasik, seperti kitab Al-Adzkar milik Imam Nawawi, kitab Al-Mughni milik Imam Ibnu Qudamah, kitab Al-Itqan fi Uluumil Quran milik Imam Suyhuti dan masih banyak lainnya.
Tradisi Khataman ini dinilai sebagai bentuk kemuliaan yang dimiliki umat muslimin, diperoleh secara turun temurun dari masa ke masa. Figur utama yang melakukannya ialah Nabi Muhammad SAW, yaitu kala kaum musyrikin menyuarakan kebencian mereka terhadap Nabi, di saat itu pula turun surat ad-Dhuha. Lantas Allah SWT memerintahkan Nabi untuk membaca takbir setiap kali sampai pada surat tersebut, dan dilakukan seterusnya hingga sampai pada surat an-Nas.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka ketidakhadiran beliau, secara wajar telah menyebabkan banyak orang berupaya tetap melindungi dan mengabadikan sunnah-Nya. Adapun tokoh yang menaruh perhatian terkait kesunnahan kegiatan Khataman ini ialah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, beliau menandaskan bila kita membaca Alquran dan mencapai surat-surat Mufasshalmaka hendaknya membaca tahmid juga takbir di antara kedua surat.
Imam Ibnu Ishaq pun mendukung riwayat ini dengan menuturkan bahwa penduduk kota Mekkah sedari dulu telah melakukan hal serupa, manakala mereka akan mengkhatamkan Alquran, mereka lakukan mulai dari surat ad-Dhuha hingga akhir dibarengi dengan pembacaan takbir di antara dua surat.
Di masa tabi’in, Abu Abdillah pernah ditanyai lebih utama mana mengkhatamkan Alquran sewaktu shalat Tarawih maupun di waktu witir, lantas beliau menyarankan agar melakukannya ketika shalat Tarawih, hingga menjadikan seseorang berdoa di antara dua shalat. Kemudian beliau memandu tata cara terbaik dalam berdoa yaitu dilakukan di kala selesai membaca surat akhir dalam shalat, hendaknya ia mengadahkan kedua tangannya ke atas seraya memanjatkan doa dengan khusuk. (gaf/dari berbagai sumber, sanadmedia.com)