Usulan Energi Baru bagi Kabinet Baru

JAKATRTA (iHalal.id) --- Usulan Lembaga Bantuan Teknologi dalam menyongsong Kabinet 2019-2024 ada beberapa pola yang dapat di terapkan diantaranya adalah penyelenggaraan Energi Baru Terbarukan yang di laksanakan pemerintah, yaitu pembangkit listrik skala besar seperti PLTA, PLTPanasBumi dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar, Pembangkit Listrik Tenaga Thorium, diusulkan dilaksanakan pemerintah sebagai program pemenuhan penggunaan Energi Baru Terbarukan dalam jangka panjang.

Indonesia sebagai negara tropis yang selalu di sinari matahari sepanjang tahun dan memiliki kondisi geografis yang di lintasi garis khatulistiwa seharusnya Indonesia dapat memaksimalkan penggunaan energi baru terbarukan yaitu sinar matahari untuk dapat digunakan sebagai sumber energi baik bahan bakar kendaraan atau sebagai pembangkit listrik, seperti di negara Belanda yang memanfaatkan energi angin untuk kepentingan pembangkit listrik atau tempat pengolahan biji gandum maka suatu keniscayaan di Indonesia bahwa suatu saat nanti kita akan menggunakan sumber energi pengganti fosil berupa minyak cair ke arah energi yang baru dan terbarukan, Energi Baru Terbarukan yang dilaksanakan pemerintah bersama sama dengan masyarakat yang meliputi PLTMini Hidro, PLTMikro Hidro dan PLTSurya ukuran kecil dan sedang, dalam program kemandirian energinya dengan basis kemampuan mendayagunaan energi sesuai dengan potensi geografisnya maka pendayagunaan PLTSurya ini merupakan program bersama masyarakat pengguna energi terbarukan.

Masih minimnya penggunaan PLTSurya ini karena faktor finansial murni, yaitu, bahwa biaya pemasangan per KW jauh lebih tinggi dati PLTU batu bara dan PLTU berbasis energi fosil, oleh karena itu perlu pendekatan yang lebih luas dan fungsional

Pertama cara pandang tentang energi yang harus diubah, yaitu bahwa energi bukan komoditas biasa, tetapi merupakan factor enabler, manusia bisa mempunyai kemampuan karena punya energi oleh karena itu istilah sembako yang sembilan bahan pokok di ubah menjadi sebako sepuluh bahan pokok.

Kedua, berdasarkan pendekatan pertama, maka semaksimal mungkin pendayagunaan Energi Baru Terbarukan adalah dengan mengandalkan antara ada dan ketiadaan energi, misal di saat energi fosil mahal( diatas 100 USD/ barrel) atau habis maka yang masih tersedia adalah hanya energi matahari atau energi surya dan bentuk energi terbarukan lainnya seperti gelombang, angin, air dan lainnya maka yang ditawarkan Lembaga

Bantuan Energi adalah pendekatan partisipatif, jadi dapat digunakan pola dimana semua warga masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan atau dalam penggunaan Energi Baru Terbarukan, sehingga hal ini pemasangan Energi Baru Terbarukan tidak mengandalkan kalkulasi finansial semata dan dapat digunakan di tempat tempat fasilitas umum seperti sekolahan, tempat ibadah, Rumah Sakit dan lainnya dukungan pembiayaan partisipatif seperti social crowfund, shodaqoh, wakaf dan sumbangan sosial lainnya dari masyarakat , pola ini akan menyebabkan nantinya biaya rutin penggunaan energi pada lembaga sosial akan menurun, karena menggunakan Energi Baru Terbarukan sehingga apabila terjadi krisis energi maka lembaga sosial yang menggunakan energi baru terbarukan tidak akan terdampak.

Dalam pertemuan ekonomi dunia atau World Economic Forum di tahun 1999 dirumuskan bahwa kinerja bangsa atau suatu negara ditentukan oleh Good governance 30%, pertumbuhan 30%, penguasaan teknologi 30% artinya tingkat penguasaan teknologi suatu bangsa akan menentukan sepertiga pembentukan kinerja suatu bangsa. Akar dari kemampuan berteknologi adalah pendidikan dan kapasitas hasil riset serta yang utama adalah adanya “regulasi dan payung hukum bagi kreator dan inovator agar dapat melindungi karya karya yang akan di hasilkan” demikian ucap Ir Prasetyo Sunaryo MT Ketua Lembaga Bantuan Teknologi di Jakarta kemarin.(Deden Heru)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *